Emansipasi Wanita di Era Globalisasi berdasarkan teori GENDER dan HEGEMONI kekuasaan
Seorang wanita merupakan sosok yang hebat, mengapa hebat? Karena seorang wanita bisa menjadi sosok seorang ibu ketika wanita menikah dan memiliki anak lalu mendidik dan membesarkan anaknya menjadi anak yang hebat pula. Selain itu, wanita juga bisa melakukan pekerjaan wanita sebagaimana mestinya dan sekaligus melakukan pekerjaan pria tanpa harus melepas kodratnya. Tidak menutup kenyataan bahwa wanita merupakan sosok mahluk yang hebat yang telah diciptakan sang pencipta dalam bentuk yang indah disertai dengan kelembutan hatinya.
Membahas mengenai masalah gender memang tidak akan pernah habis dikupas. Gender memang menjadi bahasan dalam perubahan sosial serta menjadi topik penting dalam setiap perbincangan pembangunan dewasa ini, bahkan merembet sampai ke ranah politik, sosial, ekonomi, budaya, agama bahkan sampai ke kepemimpinan. Masalah gender merebak seiring berjalannya arus globalisasi dan nampaknya reformasi memberi ruang gerak yang luas bagi setiap orang dalam menyampaikan pemikiran dan aspirasinya, termasuk kaum wanita.
Di zaman era globalisasi ini dengan adanya emansipasi wanita tentu sangat berpengaruh positif bagi kaum wanita, dimana kaum wanita disetarakan dengan kaum pria dalam bidang sosialnya. Tanpa harus merubah kodratnya, sehingga seorang wanita tidak hanya dibelenggu di dalam rumahnya dan menjadi penghuni dapur saja, atau pun menjadi bahan tindasan dan kekuasaan dari Pria, namun seorang wanita dapat mengecam pendidikan yang tinggi dan mendapatkan hak-hak nya sebagai seorang wanita, meraih cita-cita yang tinggi yang mungkin bisa bersetara dengan jabatan tertinggi seorang pria bahkan bisa melebihi jabatan tertinggi seorang pria sekalipun.
Di Indonesia sendiri, kita mengenal sosok pahlawan wanita R.A Kartini sebagai pelopor emansipasi wanita. R.A Kartini mengajarkan kita bagaimana peran wanita tidak pernah habis dalam satu pokok perkembangan yang terbatas tetapi bersifat luas dan universal. Berarti ini tidak terbatas dalam hal perbedaan antara pria dan wanita melainkan mereka saling bekerjasama dalam memperkembangkan pembangunan itu sendiri tanpa melihat dia pria atau wanita, melainkan untuk tujuan bersama yaitu membangun kesatuan bangsa dan negara.
R.A Kartini adalah simbol awal dari perjuangan emansipasi wanita di Indonesia, bagaimana tidak? Beliau lah yang menggebrak pintu perbedaan antara pria dan wanita, beliau tetap kuat dengan pendiriannya serta berpegang prinsip dalam berjuang melawan pertentangan dari sebuah adat lama yang terkesan kolot yang selalu membeda-bedakan antara pria dan wanita, memperjuangkan cita-citanya dan dapat mengubah nasib kaum wanita di kemudian hari. Hal ini tentu membutuhkan perjalanan yang panjang, tidak semudah membalikkan telapak tangan beliau memperjuangkan segalanya sampai akhirnya cita-cita luhur R.A Kartini untuk mengangkat derajat kaum wanita terjawab sudah.
Hingga kini, keberhasilan atas buah pemikiran R.A Kartini dapat dinikmati oleh seluruh kaum wanita di Indonesia. Seorang wanita kini tidak lagi hanya terkurung didalam sebuah rumah melakukan pekerjaan-pekerjaan dapurnya saja, namun seorang wanita dapat mengecam sebuah pendidikan yang tinggi yang dapat merubah status sosialnya di dalam lingkungan masyarakat. Sekarang hanyalah soal bagaimana dan usaha apa saja yang mereka lakukan untuk mendapatkan hak-hak tersebut dengan serangkaian usaha dan kerja keras wanita akan dapat meraih sebuah cita-cita dan arah tujuan mereka tanpa adanya tembok penghalang yang memisahkan atas perbedaan kesetaraan gender ini. Sampai pada akhirnya seorang wanita dapat meraih cita-citanya setinggi apapapun yang mereka mau.
Nah, kalimat emansipasi wanita dewasa ini sudah bukan lagi kalimat asing bagi kita. Dengan itu, kita antara pria maupun wanita harus saling menghargai dan saling mendukung satu sama lain dalam mencapai tujuan bersama, mengesampingkan setiap kekuasaan atau hegemoni yang Pria lakukan untuk wanita, bukan berarti diskriminasi karena dia itu pria atau wanita. Perkembangan kiprah wanita dalam pembangunan politik, sosial, budaya dan lain sebagainya tidak akan mengurangi peran-peran pendukung lainnya, selama ada kontrol sosial kebersamaan yang tinggi diantara keduanya.